(sebuah resensi, fredy wansyah)
Umat Islam di
Indonesia bisa saja lebih banyak dari pada negara-negara di Timur Tengah maupun
negara-negara Afrika bagian Utara. Badan-badan resmi Indonesia menyatakan bahwa
80% masyarakat Indonesia merupakan umat muslim. Itu artinya, 80% dari 260 juta
jiwa masyarakat Indonesia adalah umat muslim. Faktanya, pengetahun ke-Islaman
di Indonesia tidak semaju negara-negara Timur Tengah dan Afrika bagian utara
atau sekitarnya, Mesir misalnya.
Faktor utamanya
ialah sejarah. Sejarah keberadaan Islam di Indonesia jauh lebih muda
dibandingkan negara-negara yang telah maju ke-Islamannya. Karena itulah, banyak
pelajar Indonesia menuntut ilmu sampai ke Mesir. Ilmu yang mereka cari ialah
ilmu yang berkaitan dengan Islam.
Atas dasar
itulah, novel berjudul Ayat-Ayat Cinta dengan ketebalan isi 411 halaman
ini dilahirkan oleh penulisnya,
Habiburrahman El-Shirazy. Bermula dari bedanya perkembangan dan kemajuan ilmu
ke-Islaman antara Indonesia dengan Mesir. Mesir telah mendirikan banyak
universitas-universitas Islam terkemuka, sementara Indonesia, paling banter di
kancah internasional, ada Universitas Paramadina. Tentunya, itu pun dengan
segala keterbatasannya.
Dikisahkanlah
seorang pemuda bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq berangkat ke Kairo, Mesir,
untuk menuntut ilmu. Tujuannya ialah berguru pada Syaikh Utsman Abdul Fattah,
seorang syaikh yang cukup ternama di Kairo. Ia belajar tentang qiraah
Sab’ah dan ushul tafsir.
Suatu kali, saat
ingin menuju ke tempatnya belajar, Fahri berdiri. Di sebelahnya pun berdiri
seorang pemuda Mesir, Ashraf. Situasi kebetulan itu membuat Fahri berkenalan
dengan Ashraf. Kedua pemuda yang masing-masing mewakili karakter bangsanya itu
pun saling bertukar pikiran, bercerita, termasuk pandangan Ashraf atas
kebenciannya terhadap orang-orang Amerika.
Secara kebetulan pula, saat mereka
bercerita masuklah tiga orang yang merupakan warga Amerika, diantaranya ialah
perempuan tua. Karena kultur di Mesir bercorak patriarki, yang melihat
perempuan sebagai sosok yang lemah secara badaniah, muncul keanehan di dalam
metro tersebut saat seorang perempuan bercadar memberikan tempat duduknya
kepada perempuan tua Amerika itu.
Saat itu pulalah
alur utama pengisahan Ayat-Ayat Cinta, yang dominan berkisah soal cinta,
terdapat konflik. Saat perempuan itu memberikan tempat duduknya kepada
perempuan tua yang dianggap oleh orang-orang Mesir di dalam metro tersebut
sebagai orang yang patut dibenci akibat ulah negaranya yang kerap mengecam dan
menindas negara-negara Islam, spontan orang-orang Mesir di metro melontarkan
kata-kata kasar kepada. Penghormatan dengan kursi itu dianggap tidak layak.
Orang-orang Mesir dan perempuan cadar itu pun akhirnya bercekcok dengan
menggunakan bahasa Inggris, yang lagi-lagi kebetulan warga Mesir di Metro itu
ada yang bisa berbahasa Inggris. Di metro itu, perempuan cadar itu tidak
setimpal melawan banyak orang. Akibatnya, perempuan cadar itu selayaknya orang
(tokoh cerita) yang sedang tersakiti.
Fahri berusaha
meredakan perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi. Karena
biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya. Fahri
menjelaskan bahwa apa yang dilakukan perempuan cadar itu merupakan suatu sikap
yang benar.
Melalui Ahsraf, perdebatan itu mulai reda, sebab Ashraf
mengeluarkan pernyataan bahwa Fahri ini merupakan murid Syaikh Utsman Abdul
Fattah. Orang-orang Mesir yang tadi marah mulai reda dan mengikuti apa
pernyataan Fahri. Sebagai sosok (tokoh cerita) yang heroik, Fahri mendapatkan
simpati, termasuk salah satu dari ketiga orang Amerika yang jadi penyebab
keriuhan di dalam metro tersebut.
Usai keriuhan di
dalam metro, Fahri dan perempuan cadar itu pun berkenalan. Usai jatuh,
berkenalan. Di dalam konflik kecil di metro tersebut, perempuan cadar itu
selayaknya “bertemu usai jatuh”, seperti pola cerita-cerita pop pada umumnya;
bertemu saat sakit atau bertemu saat kecelakaan atau duduk di sebelah saat
terbaring sakit.
Perempuan cadar
itu juga pelajar di Mesir, yang berasal dari Jerman. Namanya adalah Aisah. Usai
perkenalan dan ketenganan dalam salah satu alur cerita Ayat-Ayat Cinta itu,
Aisah dan Fahri bergitu akrab. Keakraban mereka berlanjut hingga ke jenjang
pernikahan.
Namun, kisah
percintaan antara Fahri dan Aisah dimunculkan dengan berbagai konflik. Fahri,
yang ditampilkan dengan lugu dan rupawan, ternyata memancing perhatian banyak
perempuan. Di tempat tinggalnya, ada dua perempuan yang jatuh hati kepada
Fahri. Noura, sebagai perempuan yang mendapat iba dari Fahri, dan Maria, sebagai
perempuan nonmuslim.
Hubungan Fahri
dan Aisah mulai diuji melalui Noura. Fahri dinyatakan oleh Noura telah
memperkosa, dan menyebabkan dirinya hamil. Di sinilah puncak konflik keempat
tokoh yang berperan besar dalam alur cerita. Dipersidangan, Fahri dituduh
sebagai bapak dari anak yang dikandung Noura. Pada akhirnya, Maria mampu
memberikan kepastian perihal tuduhan tersebut, setelah Maria dinikahi oleh
Fahri akibat kondisi fisiknya yang lemah saat momen persidangan. Selesailah
sudah konflik lika-liku (istilah umum yang sering digunakan) Fahri dengan
Aisah. Sederhan dan berpola alur seperti alur-alur cerita pop pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar